jurnalisme sastra-- M. Franco

Selayang Pandang…

‘ Mengenal Jati Diri ‘
 ‘ Back To History ‘
 ‘ Loves Franco ‘
 ‘Nyaman Dirumah Franco ‘
 ‘Eksistensi Franco ‘.

Jurnalisme Sastra……..

“Catatan Franco”

Bentuk Prangko yang unik dan mungil, namun memiliki komposisi padat dan manfaat yang hebat.

Pagi di Inggris....
Saat masyarakat tengah sibuk dengan aktifitasnya masing – masing, rupanya sebelum abad ke – 19 masyarakat telah mengenal budaya berkirim surat. Mereka memberikan kabar kepada saudaranya yang jauh, masyarakat pun telah mengenal adanya kantor pos, akan tetapi ternyata yang menerima suratlah yang harus membayar biaya pengirimannya bukan pengirim  seperti sekarang.
Berkirim surat menjadi kesenangan masyarakat, menerima surat artinya mendapatkan informasi yang diharapkan. Sebuah surat seakan terbang melayang dari sebuah daerah yang jauh hingga sampai ketangan penerima, sang penerima seolah tak mau tahu bagaimana sebuah surat bisa padanya. Kertas yang melekat pada amplop surat kadang luput dari perhatian penerima karena mereka lebih dulu senang mengejar isi surat tersebut, kertas itu adalah sebuah prangko tanpanya surat se istimewa apapun tak akan sampai ke tangan kita.
Budaya itu terus berlangsung, dan kadang – kadang pihak pengirim sebenarnya telah memberi tanda pada amplop agar tak perlu membayar biaya pengiriman.  Seorang pegawai kantor pajak merasa geram menyaksikan perkembangan budaya itu sebab jika diteruskan maka akan merugikan salah satu pihak, melalui sebuah artikel yang ia tulis Rowland mengusulkan agar biaya pengiriman surat disamakan dan ditanggung oleh pengirim, dengan mudah ide tersebut diterima oleh pemerintah dan parlemen Inggris saat itu.
Akan tetapi saat itu masih saja kesulitan melihat apakah sebuah surat telah dibayar atau belum. Maka atas usulan temannya James Chalmers terbuatlah sebuah rancangan secarik kertas yang diberi perekat pada bagian belakangnya. Charles Heat dan Federic Heat memberikan usulan mengenai rancangan wajah Ratu Victoria dibagian depannya, maka sejak saat itulah franco terlahir.
Franco yang pertama kali diberi nama Black Penny sebab ia mempunyai rancangan postur hitam putih dan memiliki harga satu penny. Setelah diberlakukan di Inggris, ide penggunaan prangko sebagai bukti pembayaran diikuti oleh negara – negara lain termasuk Belanda yang saat itu sedang menjajah Indonesia, sampai akhirnya Indonesiapun  digunakan franco mulai pada tanggal 1 april 1864.

‘ Mengenal Jati Diri ‘

Franco bahasa latin yang berarti prangko, secarik kertas sebagai tanda pembayaran untuk melunasi biaya pengiriman surat. Franco dicetak oleh pemerintahan setempat atau percetakan negara.
Banyak yang mengenal franco berukuran segi empat saja, namun sebenarnya banyak bentuk lain seperti bujur sangkar ( sama panjang di keempat sisinya ), memanjang (sisi atas bawah lebih panjang daripada kanan atas ), dan lain sebagainya. Bentuk segi empat hanya untuk kepraktisan saja.
Franco yang beredar diseluruh dunia sangatlah banyak jenisnya, sehingga franco digolongkan kedalam beberapa kelompok.
Berdasarkan tujuan terbit, franco dikelompokan menjadi empat golongan yakni franco biasa yang diterbitkan berdasarkan kebutuhan pengiriman sehari – hari, ciri khas dari prangko ini adalah dicetak terus menerus, sehingga tersedia cukup banyak di kantor pos. Karena untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari, maka persediaan prangko definitif ini cukup banyak. Maka sesuai dengan hukum ekonomi semakin banyak barang maka harganya murah, sehingga prangko jenis ini kurang diminati untuk dijadikan koleksi.
 Franco peringatan ialah yang digunakan untuk memperingati suatu peristiwa bersejarah, baik ditingkat nasional maupun internasional. Prangko peringatan biasanya disediakan dalam jumlah terbatas dan dijual dalam masa tertentu saja. Franco amal yang sebenarnya sama dengan jenis prangko lain, namun harga yang tercantum dalam franco memiliki dua harga,yakni harga asli dan harga nilai yang ingin disumbangkan untuk keperluan sosial.
Franco propaganda merupakan prangko yang diisi dengan pesan yang ingin disampaikan oleh pemerintah, baik kepada rakyatnya sendiri, maupun kepada dunia. Prangko jenis propaganda cukup banyak digunakan oleh berbagai negara di dunia, karena merupakan sarana yang cukup efektif untuk menyampaikan pesan dari pemerintah kepada masyarakat. Prangko propaganda dicetak dalam jumlah terbatas dan memiliki masa edar yang juga terbatas.
Berdasarkan cara percetakan franco dibagi dalam beberapa jenis yakni metode engrafir merupakan metode yang paling banyak digunakan diberbagai negara. Hasil cetakan ini sangat bagus dan rinci. Metode cetak tindih adalah metode percetakan (biasanya tulisan atau angka tertentu ) yang dilakukan diatas prangko yang sebelumnya sudah ada dan sudah beredar di masyarakat melalui melalui kantor pos. Metode cetak tindih ini dilakukan dalam keadaan terpaksa misalnya saat persediaan prangko masih banyak, tiba – tiba bentuk negara berganti. Keadaan lain yaitu saat prangko masih banyak, namun harga – harga berubah dengan cepatm sehingga nilai yang tertulis di suatu prangko sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan yang sebenarnya. Karena dilakukan dalam waktu yang mendesak, biasanya kualitas cetak tindih tidak bagus.
Metode tercetak adalah prangko yang dicetak diatas suatu sampul, warkat, atau kartu pos. Disainnya sama dengan prangko aslinya, tetapi biasanya tidak ditampilkan perforasinya, karena memang tidak diperlukan untuk menyobek prangko khan?. Metode teraan atau metode mesin ialah prangko yang dicetak diatas suatu sampul surat dengan berbentuk cap pos. Pada waktu surat dikiri, melalui kantor pos, biasanya npetugas pos akan memakai mesin penjualan untuk mencap amplop si pengirim.
Berdasarkan metode pengiriman diantaranya pos laut, pos kilat, pos udara, pos barang cetakan, pos dinas dan prangko denda. Tidak semua jenis prangko tersebut dijual atau tersedia untuk publik, misalnya prangko dinas hanya digunakan untuk instansi pemerintahan, prangko denda hanya akan dikeluarkan bila ada surat yang dikirim dengan prangko yang tidak cukup. Sedangkan prangko jenis lain, dapat dibeli oleh umum, dan kalau digunakan untuk pengiriman, harus disesuaikan dengan prangkonya.               
Berdasarkan keterpakaian (Usage ) yakni prangko terpakai ( used stamp ) prangko yang sudah kena cap dan mint stamp ( prangko belum terpakai). Orang membeli prangko ada yang digunakan untuk mengirim surat dan ada yang hanya ingin menyimpannya sebagai koleksi. Prangko yang sudah kena cap disebut prangko terpakai ( used stamp ). Sedangkan prangko yang belum terpakai disebut dengan mint stamp.
Berdasarkan cara penjualan ialah prangko biasa yang digunting, dan prangko mesin atau prangko gulung. Pada tahap awal dulu, bahkan pada saat munculnya prangko yang pertama di Inggris hingga sepuluh tahun kemudian, penjualan prangko yang dilakukan dengan cara memotong, karena pada waktu itu belum ada lubang atau perforasi di sekeliling prangko. Maka setelah ditemukan perforasi, cara penyobekan atau pemisahan prangko menjadi lebih mudah. Meskipun demikian, dengan perkembangan jaman, pada saat semakin banyak yang membeli prangko dalam jumlah banyak, dan penjualan perlu dilakukan sepanjang hari, maka diperlukan cara penjualan yang tidak biasa. Di negara – negara maju, banyak benda yang dijual melalui mesin otomatis ( vending machine ). Maka pemebeli tinggal memasukan koin atau uang kertas melalui lubang yang disediakan, kemudian memilih banyaknya prangko yang akan dibeli, kemudian mesin akan mengeluarkan prangko sesuai dengan jumlah yang diminta. Prangko yang dijual melalui mesin sering disebut prangko gulung atau coil stamp.
Berdasarkan rancangan yakni prangko tunggal yakni yang dicetak dalam satu lembarn luas. Prangko campuran ialah rancangan gambar prangko yang tidk dapat dihubungkan , dan terakhir prangko gandeng ialah gambar berbeda yang dapt dirngkai menjadi satu gambar.  Prangko tidak selamanya dirancang dan dicetak dalam satu macam rancangan. Memang bentuk yang paling konvensional adalah prangko tunggal yang dicetak dalam satu lembaran luas. Namun kini sudah sering dinas pos suatu negara mencetak beberapa rancangan prangko dalam satu lembar besar. Cara ini pun dapat dipisah menjadi du jenis, yaitu apabila rancangan masing – masing prangko berbeda satu sama lain dan tidak dapat dihubungkan. Prangko semacam ini disebut dengan prangko campuran.
Pada mulanya prangko-prangko dibuat sepraktis munkin, tidak terlalu besar tetapi juga tidak terlalu kecil. Prangko-prangko pertama kebanyakan diterbitkan dalam ukuran 25 x 18 mm. Kemudian ukurannya disesuaikan denga kebutuhan penerbitannya.
Prangko terkecil adalah prangko Mecklenburg Scwein (Jerman) yang diterbitkan pada tahun 1856 berukuran 9 x 9 mm, sedangkan prangko terbesar adalah prangko Amerika Serikat yang diterbitkan pada tahun 1856 berukuran 53 x 97 mm.
Umumnya prangko-prangko yang harga nominalnya lebih tinggi diterbitkan lebih besar daripada yang harga nominalnya rendah seperti halnya dengan prangko-prangko terbitan Hindia Belanda, Inggris dan Belanda.
Franco adalah sebuah kertas mungil namun memiliki beberapa komponen yang perlu diketahui seperti nama atau identitas negara penerbit. Harga nominal ada bebrapa jenis prangko yang cukup disebut ‘air mail ‘ berarti harganya sesuai dengan tarip pos udara yang berlaku saat itu. Gambar atau rancangan prangko.  Perforasi atau lubang kecil berderet yang gunanya untuk mempermudah pemisahan satui prangko dari sisi kanan kirinya. Margin atau ruang kosong diantara gambar dan tepi prangko. Sering kali gambar yang ada didalam prangko sangat kecil , sehingga banyak terdapat ruang kosongm atau bahkan gambar memenuhi semua bidang prangko, seperti pada prangko gandeng sehingga tidak ada margin. Lem bagian belakang prangko. Perekat ini bersifat kering dan sebenarnya untuk penggunanya cukup dibasahi dengan sedikit air. Lidah prangko atau tab adalah bagian tepi lembaran besar yang belum dipisahkan dari prangko.  Tanda air atau watermark untuk melindungi prangko agar tidak mudah dipalsu, dinas pos sering menyertakan tanda air pada rancangan prangko. Perfin ( lubang yang membentuk inisial ) atau lubang – lubang yang membentuk inisial di bagian tengah prangko.
Berdasarkan cara pembuatannya, perforasi dijumpai ada beberapa jenis. Diantaranya :
Comb perforation (perforasi sisir ) dibuat dengan melubangi ketiga sisi prangko dan dilanjutkan pada bris berikutnya hingga semua prangko dilubangi. Harrow Perforation ( perforasi penggaruk ) dibuat dengan sekali proses untuk satu lembaran prangko. Line Perforation ( perforasi baris) dibuat satu baris demi satu baris, sehingga memerlukan beberapa kali untuk membuat perforasi dalam satu lembaran besar. Rollette Perforatiom ( perforasi garis lurus ) yaitu perforasi yang dibuat seolah – olah dengan memotong prangko terlebih dahulu dengan potongan lurus, tanpa terjadi lubang. Suncopated Perforation ( perforasi dengan pengecualian ) yaitu perforasi yang pada lokasi tertentu dibuat berbeda dengan yang lain. Micro Perforation ( Perforasi mikro) adalah perforasi dengan lubang sangat kecil bisa ada beberapa ratus lubang dalam jarak dua cm.
Prangko Cinderella adalah prangko – prangko palsu yang biasa oleh negara terbitan Eropa Timun, prangko cinderella biasanya sudah terpakai namun kondisiya masih sangat basgus. Prangko ini biasnya memiliki gambar yang sangat indah dan warna – warnanya sangat menarik, disebut prangko cinderella mungkin karena prangko ini terlalu cantik seperti seorang puteri cinderella yang hanya ada dalam negeri dogeng.
Prangko – prangko ini biasanya memiliki gambar yang sangat indah dan warna – warna yang sangat menarik. Prangko ini seringkali dijual dalam bundel. Khusu mengenai cap pos yang sangat sempurna dapat diduga merupakan cetakan mesin, atau bisa juga memang dipesan khusus ke pihak pos setempat. Cap pos yang diterakan dalam prangko tanpa melalui proses pengiriman disebut sebagai cap pos pesanan atau biasa dikenal dengan istilah CTO ( cancelled to order ).


Franco bukan terlahir dari ketidaksengajaan, tapi ia tercipta atas sebuah gagasan cemerlang yang perlu perjuangan.

Sir Rowland Hill, sebagai penggagas terbentuknya prangko, seorang pegawai kantor pajak Inggris pernah menulis sebuah artikel berjudul “ post office reform, its importane and practicability “ ( perubahan sistem kantor pos, kepentingannya dan kepraktisannya). Lewat artikel itu diusulkan agar biaya pengiriman surat dibayar oleh pengirim, ide tersebut diterima parlemen dan pemerintahan Inggris dan sistem itu mulai diberlakukan 1 januari 1840.
Ide muncul saat Rowland Hill melihat seorang pegawai pos mengantarkan surat pada seorang wanita, setelah wanita itu melihat sampul muka amplop ia mengembalikan sutrat itu dan berkata surat itu bukan untuknya, dan tentunya ia enggan membayar biaya pengiriman surat itu. Yang mengejutkan justru ternyata pada halaman muka amplop telah terdapat pesan singkat sehingga tak perlu membuka atau menerima surat.
Setelah ide diterima Parlemen, ternyata masih saja mendapat kesulitan dalam memberi tanda apakah surat yang akan dikirim sudah dibayar atau belum. Salah satu kawan Rowland Hill, James Chalmes ( 1782-1853) mengusulkan sebuah rancangan secarik kertas yang diberi perekat dibelakangnya dan diberi rancangan dibagian depannya.
Black Penny sebuah prangko pertama yang berhasil dicetak di Inggris, dengan rancangan gambar Ratu Victoria yang saat itu menjabat sebagai ratu Inggris. Black penny dicetak oleh percetakan Perkins, Bacon and Co. Prangko ini berwarna hitam karena saat itu belum ada tinta warna dan terdapat tulisan satu penny ( harga dan mata uang receh di Inggris, prangko ini mulai digunakan pada tanggal 06 mei 1840. Jika dilihat Balck Penny tidak mempunyai ‘ gigi ‘ atau perforasi, itu karena perforasi baru ditemukan beberapa tahun sesudah prangko pertama dicetak pada tahun 1854 atas usulan Hanry Archer, seorang warga Irlandia.
Setelah prangko pertama terbit berkembanglah ke beberapa negara termasuk Indonesia, prangko yang masuk ke Indonesia dibawa oleh para penjajah sehingga terbagi kedalam beberapa periode perkembangan.
Masa Penjajahan Belanda Pada tahun 1864 prangko yang digunakan adalah prangko “ Raja Willen III “ sebuah prangko berwarna merah anggur dan memuat gambar raja Willen III dari Belanda dalam bingkai berbentuk persegi, pada bagian atas prangko terdapat tulisan “10 cent ” pada bagian bawahnya memuat tulisan “postzegel” pada bagian sebelah kiri memuat tulisan “ nederl ” pada bagian kanan tulisan “indie”. Gambar prangkonya dirancang oleh TW kaisar dari Amsterdam.
Masa Pendudukan Jepang Karena persediaan prangko pada jaman Belanda masih banyak maka pada jaman Jepang prangko lama tetap digunakan dengan membubuhkan cetak tindih yang menggunakan huruf Jepang. Bangsa Indonesia tidak melewatkan peluang emas pada hari hari terakhir perang dunia kedua ketika jepang menyerah kepada sekutu dengan memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, tetapi pengambilalihan kekuasaan tidak berjalan dengan mulus,Karena bala tentara Jepang tidak mau menyerahkan kekuasaan dan persenjataan mereka kepada pihak Indonesia.Demikian pula dengan pelayanan pos, selama lebih dari sebulan setelah Proklamasi Kemerdekaan RI masih ditangani olah Dinas Pos Jepang.
Masa Perang Mempertahankan Kemerdekaan. Pada masa ini terdapat dua prangko yang beredar dari dua negara yang saling bermusuhan, yakni prangko yang dikeluarkan Belanda dengan prangko Ned-Indie yang dipakai. Serta prangko buatan RI yakni prangko pertama yang berhasil dicetak oleh RI yaitu “ memperingati setengah tahun merdeka. Dari sudut Filateli masa tersebut sangat menarik karena ada 3 pelayanan pos yang diselenggarakan oleh dua negara yang bermusuhan diatas wilayah yang sama.Dikota-kota besar yang berhasil direbut Belanda berlangsung pelayanan pos dengan menggunakan prangko Ned-Indie,dilain pihak daerah yang masih dikuasai oleh RI pelayanan pos diselenggarakan oleh Djawatan PTT dengan menggunakan Prangko Indonesia. Prangko pertama yang dicetak oleh Pemerintaha Republik Indonesia yaitu "Memperingati setengah tahun merdeka", dalam memperingati 1 tahun Merdeka Pemerintah Indonesia menerbitkan prangko seri Revolusi tanpa perekat yang pada waktu di cetak di jakarta.
Masa Demokrasi Liberal. Jawatan PTT dengan N.V Joh. Enschede en Zonen di Haarlem ( Belanda) membuat kontrak untuk mencetak prangko harga Rp. 1 keatas dalam waktu 5 tahun mulai 1 januari 1950. Angka(smelt) yang terbit pada tanggal 1-1-1949, Prangko Biasa seri Bangunan(dengan gambar rumah dan candi) yang terbit pada tanggal 1-9-1949, Prangko Peringatan UPU seri UPU yang terbit pada tanggal 1-10-1949. pada awal 1950 sebagian dari sisa persediaan Prangko Seri Angka dan Seri Bangunan dibubuhi cetak tindih" R.I.S" .dan selama tahun 1950 diterbitkanlah prangko-prangko seperti Prangko RIS yang terbit pada tanggal 17-1-1950,Prangko Peringatan Seri Garuda diterbitkan pada tanggal 17-8-1950.
Masa Demokrasi Terpimpin. Pada tahun 1959 -1965 banyak prangkok yang diterbitkan sepertiprangko biasa, prangko peringatan, prangko istimewa dan prangko amal. Selama masa Demokrasi Terpimpin ini Jawatan PTT,PN Postel dan PN Pos dan Giro mempunyai fungsi sosial dalam pengumpulan dana bagi badan-badan sosial memberikan hasil bersih dari harga tambahan prangko- prangko amal kepada badan-badan sosial.
Masa Orde Baru. Dimulai tanggal 11 maret 1966, akhir tahun 1980 telah banyak prangko yang dicetak oleh pemerintahan Indonesia yang semakin hari semakin baik dari segi desainnya ataupun dari bahannya. Perkembangan prangko dimasa Orde Baru mulai tangggal 11 maret 1966 s.d akhir tahun 1980, banyak prangko yang telah diterbitkan sebagai contoh mulai dari prangko Pahlawan Revolusi yang terbit pada tahun 1966 s.d prangko Peringatan 10 Tahun AOPTS ( Asian Oceanic Postel Training School) yang terbit pada tanggal 10-9-1980.  berbagai jenis prangko telah diterbitkan oleh pemerintah Indonesia semakin hari semakin baik prangko yang diterbitkan baik dari desain maupun bahannya.

 ‘ Loves Franco ‘

Filatelli berasal dari bahasa Yunani Philos artinya teman dan ateleila artinya pembebas. Mereka pun bersorak “ we loves franco ”!!!! tak hanya sebagai benda pos tapi seni.

Lahirnya prangko memang telah menimbulkan hobi baru, yang kemudian secara populer dikenal dengan sebutan filateli. Selanjutnya terbentuklah perkumpulan-perkumpulan kolektor prangko atau filateli di seluruh dunia.
Hobi filateli pernah dijuluki sebagai "the kings of the hobby" (rajanya hobi). Namun kini ada yang mengkhawatirkan bahwa hobi filateli akan semakin dilupakan, karena penggunaan prangko semakin sedikit.
Filatelli adalah hoby mengumpulkan dan merawat atau mempelajari benda – benda pos yang terkait dengan pengiriman surat. Istilah filateli beasal dari usulan warga Prancis bernama George Harpin menurutnya kata tersebut berasal dari bahasa yunani yaitu gabungan dari Philos ( yang berarti kawan ) dan atelelia ( dibebaskan dari bea atau dalam bahasa inggris “ franked”  ) kemudian kata itu diperluas menjadi study mengenai prangko, istilah lain yang diusulkan yaitu “ timbrophily “ ( bahasa prancis untuk prangko adalah “ timbre” ) dan timbrology mungkin kurang menarik sehingga tidak populer. Orang yang melakukan hobi filateli disebut filatelis.
Sebagai suatu hobi, Filateli mengandung muatan/bernilai edukasi, rekreasi/hiburan dan investasi. Dan kalau kita kaji, Ecophila punya kekuatan nilai pada ketiganya. Yang pertama mengandung muatan edukasi ditunjukkan melalui kepedulian masyarakat Filatelis terhadap upaya pelestarian alam.
Yang kedua bernilai rekreasi/hiburan ditunjukkan melalui visualisasi pada koleksi Ecophila yang menggambarkan wisata alam dan budaya dengan berbagai variasi sudut pandang sesuai dengan keinginan penyusun.
Yang ketiga mengandung muatan investasi. Trend perkembangan harga benda filateli tidak terlepas dari permintaan suatu jenis benda Filateli tertentu oleh para Filatelis.
Namun bagi banyak kalangan, dunia filateli tetap menarik dan karenanya tetap hidup, tak terkecuali di Indonesia. Para pegiat filateli Indonesia tetap banyak, bahkan beberapa di antaranya telah mengharumkan nama bangsa lewat ajang internasional filateli.
Para filatelis Indonesia pernah menyabet juara pada kompetisi mendesain perangko Perserikatan Bangsa-Bangsa "Children Art Competition 2007", mendapatkan sejumlah medali dalam kejuaran filateli di Taiwan (2008),
Para filatelis dalam menekuni hobinya kadang bersikap ‘gila’, mereka rela mengeluarkan uang banyak atau pergi ketempat jauh untuk mendapat satu prangko penambah koleksinya. Tengok saja Nora Meilinda Hardi, seorang filatelis asal Palembang ini telah memulai hobinya sejak SMP, hobi itu berawal dari seringnya mendapatkan kiriman surat dari saudara, melihat bentuk dan coraknya yang lucu gadis berbintang gemini memulai mengumpulkan prangko. Saat beranjak SMA ayu sapaan akrabnya mulai berkumpul bersama komunitas filatelis di Palembang, dari sana ia mendapatkan tambahan koleksi prangkonya. Pernah suatu saat ia merelakan uang bekal jajannnya sebesar Rp 10.000,- untuk membeli tambahan koleksinya.
Tema yang ia tentukan berdasarkan seri tahun atau seri terbitan prangko tersebut. Menurut gadis penyuka warna pink dan biru ini ia memilih prangko sebagai benda koleksi karena jarang ada orang yang menyukainya selain itu gambar – gambar dalam sebuah prangko sangat lucu, dan menarik.

Selain diabadikan oleh pecintanya, kini franco punya tempat yang nyaman dan aman, dalam sebuah barisan dinding didalam ruangan yang bernama museum.
           


Museum Pos Indonesia. Sebuah tempat dimana kita bisa menikmati perjalanan sejarah layanan pos di Indonesia sejak jaman kolonial hingga Indonesia merdeka. Sebuah gedung yang terletak di sayap timur gedung sate. Museum ini sudah ada sejak tahun 1931.
Museum tersebut dibangun sejak tahun 1920 oleh arsitek J. Gerber dan Leutdsgebaudienst dan arsitek Italia masa Renaissan, sejak 1933 gedung seluas 700 meter persegi ini kemudian difungsikan sebagai museum dengana nama museum pos telegrap dan telepon ( museum PTT).
Pada masa kedudukan Jepang 1941, hingga akhir 1979 museum PTT makin tak diperhatikan baru pada awal 1980 perum pos dan giro membentuk panitia untuk merevitalisasi agar berfungsi kembali, terbukti pada tanggal 27 september 1983 museum diresmikan dan berganti nama menjadi museum pos dan giro.
Pada tahun 1995 ketika nama perum pos dan giro berubah menjadi PT pos Indonesia ( persero) nama museum pos dan giro kemudian menyesuaikan diri dengan nama baru perusahaan, hingga menjadi museum Pos Indonesia.
Museum Pos Indonesia sangat cocok bagi para pegila filateli, sebab museum ini memiliki sekitar 50 ribu lembar perangko dari sekitar 178 negara di dunia. Selain dapat menikmati koleksi berbagai perangko, pengunjung juga dapat melihat benda-benda pos lainnya yang sarat akan nilai sejarah. Di lantai pertama misalnya, pengunjung akan langsung disambut oleh pameran berbagai perlengkapan karyawan sejak jaman kolonial hingga sekarang.
Pengunjung juga diperlihatkan berbagai alat seperti timbangan surat, timbangan paket, kantong pos, stempel pos, kendaraan pengantar surat, serta peralatan-perlatan pos tempo dulu lainnya. Ada juga semacam replika yang menggambarkan para pegawai pos yang sedang bekerja. Penggambaran melalui replika ini sangat membantu untuk mengetahui seperti apa proses layanan pos pada jaman dahulu hingga sekarang. Sementara di sudut-sudut ruangan ditampilkan pula gambar-gambar proses pembuatan perangko, pencetakannya, hingga siap digunakan oleh konsumen.
Museum ini memiliki lantai kedua yakni sebuah ruang pamer, Di tempat inilah para pengunjung dapat menyaksikan berbagai koleksi perangko dari berbagai negara. Perangko-perangko ini ditempatkan di dalam lemari-lemari dari kaca yang disebut vitrin berukuran 1,5 x 1 x 2,5 meter. Susunan lemari ini berderet dari koleksi terkuno hingga koleksi terkini, dengan kategori perangko yang mengacu pada negara asal perangko tersebut diproduksi. Dari sekitar 50 ribu koleksi perangko, beberapa kelompok koleksi sengaja diberi pengaman khusus, seperti palang besi dan dikunci. Hal ini mengingat koleksi-koleksi tersebut terbilang kuno dan langka, sehingga jika dinilai dengan nominal uang, nilainya akan sangat mencengangkan.
Sebagian besar koleksi perangko istimewa di museum ini memang berasal dari Belanda. Hal ini tidak begitu mengherankan, sebab sedari awal museum ini memang didirikan oleh perusahaan pos milik Belanda. Meski demikian, tidak berarti Museum Pos Indonesia abai untuk memperlihatkan sejarah perangko dunia.
Selain sejarah perangko pertama di dunia, ada juga perangko pertama di Indonesia. Bentuknya bukan lukisan, melainkan perangko asli. Perangko yang terbit pada 1 April 1864 ini berwarna merah anggur dengan gambar Raja Willem III. Harganya ketika itu sekitar 10 sen.
Museum Pos Indonesia telah dilengkapi berbagai fasilitas pendukung, seperti ruang pameran tetap, ruang perpustakaan, ruang gudang koleksi, ruang bengkel atau reparasi benda-benda koleksi, serta ruang administrasi.


‘Eksistensi Franco ‘

Perkembangan Franco selama kurang lebih 170 tahun kini mengalami masa – masa krisis, catatan franco sudah lumuh dan semakin tak dilirik, tinggal menunggu waktu kapan franco tutup buku jika terus seperti ini dan peintanya sudah tak berkutik.
           
Franco telah berpetualang, berkeliling negara, diperebutkan pecintanya dan kini fanco beristirahat dirumah nyamannya. Franco mulai tergerus teknologi, banyak yang tak melirik keunkan franco lagi, pecintanya mulai menipis bahkan nyaristak eksis.
Franco kini telunta- lunta, tertinggal dan perkembangan franco kini terpuruk, banyak yang tak mengenalinya lagi, dan catatan franco sebentar lagi akan ditutup jika semua orang terus mengacuhkan keberadaannya.
Perlu renovasi total dalam tubuh franco, tak hanya mengubah pelayanannya, tapi juga mempercantik dirinya agar terus dilirik. Budaya bekirim surat menggunakan prangko harus terus dilestarikan, dengan demikian franco akan terus jaya, dan merangkak naik ke masa – masa seperti dulu.
Tanpa banyak yang sadar franco telah menghidupi jutaan nyawa yang bergelut didunianya, jika prangko harus tutup buku akan kemana mereka. Mengadakan acara – acara yang melibatkan keberadaan franco dan memperkenalkannya akan memperpanjang catatan manis franco.
Catatan franco tak boleh puas ditutup saat ini, menambal lembar – lembar catatan selanjutnya agar semakin panjang menggoreskan sejarah penanya.


catatan di 2010

Komentar

Postingan Populer