Mukena Untuk Emak

Mukena Untuk Emak Hilir mudik kendaraan tak membuatnya beranjak pergi, warga sekitar pasar Sentri itu seperti tak kenal lelah mereka saling beradu “ keyakinan” mempertahankan harga barang yang akan dijual ataupun yang dibelinya. Mereka seolah tak sadar ada bocah kecil yang sejak tadi memperhatikanya, berdiri dibawah pohon dengan rintik hujan yang terus membasahinya, seperti juga dengan air matanya yang tak pernah kering terus menangis bukan karena kesedihan yang terus menimpanya tetapi karena ia selalu bertasbih menyebut nama-Nya. Orang – orang itu terus terlena dengan apa yang sedang mereka santap, sepiring nasi goreng spesial lengkap dengan ayam dan kerupuk udang belum lagi segelas juice alpukat yang menggiurkan, lagi – lagi kali ini tak ada yang memperhatikan bocah kecil yang satu ini, meski kehadirannya tak pernah dianggap tapi bocah ini tanpa ragu mengambil sepatu orang – orang itu. Upss....tenang saja bocah ini bukan pencuri sepatu melainkan kerjaannya sebagai tukang semir, berbeda dengan anak – anak sebayanya yang sedang bermain – main pada jam – jam seperti ini justru waktunya ia habiskan untuk berkeliling mengelap sepatu yang lusuh dan menyikatnya hingga kembali berkilau, tanpa mematok harga. Bocah itu bernama Epul, nama itu tertulis di boks kayu tempat peralatan semirnya tersimpan, seorang bocah yang berambut ikal ini terlihat begitu tak terurus nampak dari matanya yang cekung dengan berat badan yang tak jauh beda dengan anak – anak dibawahnya, seorang bocah yang berjuang keras demi masa depannya. Dia hidup hanya berteman kesusahan tapi ketabahan pun enggan beranjak darinya, hidup dibawah gubuk tua yang akan mudah rubuh jika hewan – hewan nakal yang berkeliaran di pekarangan rumahnya, semua kepedihan itu ia jalani dengan emak keluarga satu – satunya yang masih ada. Bapak sudah lama pergi menghadap sang Khaliq, bertemu dengan kebahagiaan yang abadi setelah hampir separuh waktunya ia habiskan untuk berjuang melawan penyakit kanker paru – paru yang dideritanya. Bocah berambut ikal itu masih sendiri, berdiri diujung gank kecil yang sempit ditambah lagi genangan air bekas hujan yang masih tersisa, matanya menatap ke sebuah toko yang megah didalamnya terlihat beberapa gantung baju muslimah dan mukena dengan bordir yang cantik. “ Ya Allah.....berilah hamba-Mu ini rizki, aku begitu ingin membelikan mukena itu untuk emak ” gumam bocah itu dalam hati, matanya terus memandang mukena cantik dengan bordiran berbentuk bunga tulip yang indah. “ Aku harus bekerja lebih giat!!!! “ ucapnya sambil berlalu. Hari memang sudah semakin gelap, lamat – lamat terdengar suara adzan magrib dari suarau disebrang pesawahan itu, Epul masih berjalan meniti disetiap jalan yang ia laluinya smbil terdengan senandung lagu- lagu yang sedang trend, disana masih terlihat para petani yang baru pulang dengan senyum yang disebarkan disepanjang jalan, sapaan ramah tanda persaudaraan terdengar nyaman ditelinga. Bocah kecil itu mulai memasuki area pesawahan, direntangkannya tangannya agar dapat menjaga keseimbangan saat berada dipematang sawah yang sempit, sebentar lagi ia akan sampai ke tempat tinggalnya tepat dibelakang bukit Ngaglik itu, tinggal satu belokan lagi ia akan sampai. “ Assalamua’laikum!!!! Mak Epul pulang ” bocah itu berteriak memanggil emak yang tak juga kunjung datang. “ Wa’alaikumsallam..!! nak “ disambutnya bocah itu. Epul menunduk bersalaman dengan emak, tampak begitu khidmat dan sopan Epul memperlakukan emak. “ Istirahatlah kau dulu nak emak akan siapkan makan untuk mu, jangan lupa juga kau shalat! “ ibu yang sudah tua renta berjalan pelan melangkah ke arah dapur yang berukuran minim. Tanpa perlu emak berkata dua kali, Epul beranjak dari tempatnya duduk menuju ke kamarnya yang hanya ditutupi oleh sehelai hordeng yang sudah kumal, setelah berganti pakaian Epul pergi kearah kamar mandi membersihkan badan dan bersiap untuk shalat magrib. Dengan khusyu ia bersujud bergerak mengikuti setiap gerakan shalat yang telah ia ketahui, jiwa dan raganya ia pasrahkan kepada Rabbnya. Selesai shalat dibukanya sebuah kotak yang berukulan mungil itu dibukanya dengan mengambil kunci yang terkalung dilehernya, dihitungnya lembar demi lembar uang tabungannya yang selama ini telah dikumpulkannya, ia berjanji akan memberikan sebuah mukena baru untuk emak tepat diulang tahunnya yang tiggal beberapa hari itu. “ Ukh...uang ini masih juga belum cukup padahal aku telah bekerja siang dan malam, mana ulang tahun emak tinggal beberapa hari kedepan, mungkin aku harus lebih giat lagi !! ” bisik Epul sambil membereskan alat shalatnya yang sudah mulai usang. Ditutupnya kembali kotak kecil itu, seraya pergi menuju ruang makan, sebetulnya ruangan ini tak layak disebut ruang makan karena ukurannya yang kecil ditambah meja yang digunakannya pun meja yang sudah reyot tampak begitu banyak bekas dimakan rayap, tapi semua itu tak membuat Epul luluh dan putus asa, ia tetap bersemangat menyantap masakan emak, beberapa potong goreng tempe ditambah ikan asin yang disimpannya dimangkok kecil. Hari masih terus berlalu, Epul semakin giat dengan kerjaannya lembar demi lembar uang ia tabung untuk membelikan emak kado diulang tahunnya nanti tinggal 2 hari lagi tapi uang yang terkumpul masih juga belum mencukupi, setiap akan pulang Epul selalu mampir ketoko itu hanya untuk melihat dan memastikan bahwa mukena itu masih terpajang dan belum ada yang membeli. Esok ia akan bekerja lembur, sebab besok hari terakhir ia bisa mengumpulkan uang itu untuk kado emak. “ Akh...lebih baik hari ini aku pulang saja, agar aku bisa mengumpulkan tenaga yang banyak untuk besok “ Ditinggalkannya toko itu sambil bergumam. Direbahkannya badan kurus itu diatas kasur yang lepek, krek...krek...setiap badan kecil itu bergerak maka ranjang itupun ikut bergerak menyertainya karena ranjang kayu itu pun sudah mulai usang. “ Bismika Allahuma Ahya Wa Bismika Amut...” Maka terpejamlah matanya, terlihat tenang seperti tanpa beban yang menyelimuti. Andai semua orang tahu bhawa beban yang ia pikul sungguh sangat berat, kesedihan yang ia rasakan sungguh sangat menyayat hati. Tapi... semua orang seolah – olah acuh tak memperhatikan, bahkan pura – pura tak melihat. Meski begitu Tuhan tetap berlaku adil ia pun memberikan kebahagiaan yang tak bisa orang lain rasakan, bahkan orang akan tak mengerti mengapa disaat ia dilanda duka senyum dan tawanya yang ringan masih tetap terkembang. Pagi yang cerah...mentari yang indah bersinar terang, awan kelabu telah berlalu yang ada hanya nyanyian riang burung – burung kecil disepanjang sawah, senandung katak – katak yang merdu meramaikan padi yang indah. Bocah kecil berjalan dengan rinag sambil berjingkrak – jingkrak, terkadang terdengar darinya senandungan lagu, meski suaranya ta begtu bagus tapi ia tetap menyanyikannya dengan penuh semangat melebihi semangat penyanyi aslinya, bocah itu adalah Epul. Hari ini ia akan mangkal di dekat gedung pertemuan dipusat kota karena biasanya disana banyak “ mangsa – mangsa “ untuk ia semir sepatunya, tentu saja benar baru sebentar ia berada disana sudah puluhan sepatu yang telah ia semir. “ Terima kasih Tuhan...mungkin inilah rizki yang telah engkau titipkan untuk emak “ dengan penuh semangat ia menyikat setiap sepatu yang ada ditangannya. Tanpa terasa waktupun terus beralalu, matahari akan segera terbenam dan kini didepan gedung itu yang tesisa tinggal beberapa bocah penyemir sepatu, begitu juga dengan Epul disana ia masih menghitung pendapatan yang telah dihasilkannya hari ini. Ia tampak begitu asyik, “ ternyata uangnya sudah cukup untuk membelikan emak mukena “ ucapnya lirih, tanpa ia sadari dibalik pohon rindang itu ada sepasang mata licik yang sedang mengintainya menatap lembar demi lembar uang yang sedang dipegang Epul, sambil sesekali ia meneguk minuman dalam botol yang bertuliskan wisky. Seolah tak sabar setangah berlari ia menuju toko yang biasa ia sambangi, malam ini ia akan membelikan emak mukena itu, tinggal satu gank lagi ia akan sampai ketoko itu semoga saja toko itu belum tutup. Namun tiba – tiba sepasang tangan yang berukuran besar itu merampas kotak yang sedaari tadi Epul bawa, sebuah kotak yang berisi uang yang ia tabung untuk ia belikan kado. Matanya yang beringas seperti hendak menyantap Epul, rupanya orang itu adalah orang yang sejak tadi telah mengintainya. Tanpa bisa berbuat apa – apa Epul pasrah dibiarkannya kotak itu dibawa lelaki jahat, karena badan dan tangannya tak sanggup melawan tangan – tangan yang besar itu, sambil menitikan air matanya ditatapnya kepergian kaki itu. Epul berdiri didekat toko itu masih menatap pada objek yang sama seperti biasnya sebuah mukena dengan motif bunga tulip, ah....dalam hatinya ia sedang bimbang haruskah ia mencurinya untuk ia hadiahkan pada emak ataukah ia tetap pasraah terdiam dan hanya menatapnya??. Hujan yang turun semakin banyak, kini tak lagi rintik – rintik, suasana malam ini terasa sepi hingga terdengar terikan, maling....!!maling.......!!!!!!! Suara itu terdengar dar toko mukena itu, dan kali kaki Epul berlari sangat kencang sambil dipeluknya mukena itu untuk berikan pada emak, sampai akhirnya para lelaki paruh baya yang mengejarnya sampai dibelakang Epul hanya dengan satu tarikan dan pukulan saja Epul terjatuh dan babak belur, belum lagi oknum yang tak tahu apa – apa yang hanya ikut – ikutan memukulinya saja. Untung saja aksi itu dapat segera terhenti saat dari jauh terdengar lamat- lamat suara sirine mobil polisi akh...matilah riwayat bocah ini sebentar lagi urusannya akan semakin rumit, dan benar saja Epul sang bocah penyemir sepatu itu dibawa ke kantor polisi. Sambil tetap memeluk mukena itu yang sudah terkotori oleh darah segar yang menetes dari pelipisnya. Dikantor polisi itulah Epul disidang sambil dicerca oleh ratusan pertanyaan, untung saja pemilik toko itu segera datang, setelah dijelaskan motif Epul mencuri itu akhirnya pemilik toko itu merelakan Epul dibebaskan dari tuduhannya. Dan bernafas legalah bocah itu saat tahu bahwa ia terbebas dari belenggu hukum. “ aku bangga terhadapmu nak!! Kau sangat berbakti pada orang tua, kau pun sudah mau berlaku jujur atas apa yang telah kau perbuat meskipun cara yang kau lakukan salah, maka bapak menitip salam untuk emak mu, dan berikanlah mukena ini untuk emak!! “ tutur bapak pemilik toko itu sambil memeluk Epul. Akhirnya Tuhan memberikan jalan lain untuk Epul, jalan yang lebih baik dan lebih memperkuat keyakinannya. Aku hanya ingin cepat pulang dan meminta maaf atas kejadian ini pada emak, aku hanya ingin memeluknya dan bersujud di kakinya. Rintih bocah itu sambil berlari dipematang sawah yang mualai tak terlihat, berlari menuju gubuk tuanya menemuai emak yang dicintainya.

Komentar

Postingan Populer