cerpen....

MimPi CindY......
oLeh : may sarah
“ Bunuhlah saya sekarang kalian memang terlalu, ayo lakukan itu sekarang kenapa hanya diam?” jerit cindy dengan cucuran air mata sambil mendekap Rio abangnya yang sudah berlumuran darah, entah berapa banyak darah yang telah dikeluarkannya, mukanya memucat pasi menahan sakit yang sedang ia rasakan hampir seluruh bagian mukanya lebam karena pukulan benda tumpul belum lagi kepala bagian belakang yang terbentur batu runcing yang menjulang. Tapi 3 orang pemuda bertopeng itu hanya diam membisu, nyaris tanpa ekspresi yang pasti dan mereka kabur setelah menyadari lelaki didepannya itu terkapar tak berdaya.
Drama yang mencekam telah berlalu, namun duka masih menyelimuti hati cindy, beberapa menit yang lalu dokter Irwan menyatakan bahwa keadaan Rio sangat kritis “ jika sampai esok pagi ia belum sadar, kami sudah tidak dapat berbuat apa – apa “ ujarnya dengan menyesal.
Dokter Irwan adalah dokter keluarga kami, bahkan sejak 8 tahun yang lalu dia sudah kami anggap seperti keluarga sendiri, karena sangat dekat kami sudah menganggapnya seperti papa kita apalagi semenjak kepergian ayah tiga tahun yang lalu karena serangan jantung.
“ Tuhan mungkin sedang berkehendak lain “ itulah nasihat yang sering diucapkannya, Cindy ingat betul kalimat itu pernah diucapkannya saat papa dipastikan telah tiada, dan kini saat bang Rio sedang kritis dokter Irwan mengucapkan hal yang sama, mungkinkah bang Rio juga akan meninggalkanku???, atau dokter yang jarang bicara itu sebenarnya sudah tahu sesuatu tentang keadaan bang Rio?.
Air mata masih terus mengalir di pipi Cindy yang lembut, ia duduk terkulai waiting room sebenarnya dia mau menemani disamping Rio tapi karena masih di ruang ICU dengan terpaksa Cindy harus menunggu diluar. Sementara mama dia tak banyak bicara yang terlihat hanya mulut manis yang berkomat – kamit, berdo’a dan tak henti – hentinya berdo’a.
###########
Dengan sedikit berlari Cindy berteriak – teriak girang. “ bang...bang...bang Rio ” sambil melongo kesana kemari dengan tatapan mata yang tajam dan khas seperti kucing sedang mencari santapan makan siangnya, “ ukh...kemana bang Rio yach? “.
Cindy dan Rio adalah kakak adik dengan usia yang tak terpaut jauh, mereka begitu akrab dan kemana – mana sering bersama. Bahkan kebanyakan orang mengira mereka adalah sepasang kekasih yang sedang memadu asmara. Lelucon yang mereka dapatkan dan diakhiri dengan tawa lepas saat ada yang bertanya seperti itu.
“ Woy...ngapain manggil – manggil? “ tegurnya sambil menepuk pudak adiknya itu.
Cindy terkejut dan menoleh “ aku punya sesuatu buat abang “ dengan menyembunyikan kedua tangannya yang sedang memegang sebuah surat beramplop coklat. “ ayo tebak..” serunya sambil berlalu dengan penuh suka cita.
“ Apaan tuh ?? “ teriak Rio lalu berlari dan mengejar adik kesayangannya itu, mereka berlaria dan saling mengejar seperti anak kecil yang sedang berebut mainan sambil sekali – kali Cindy mengacung – acungkan surat yang beramplop coklat itu.
“ Ada apa ini? “ mama muncul dari kamar tidurnya, mungkin ia terganggu dengan kegaduhan yang sedang terjadi.
Merasa ada pelindung Cindy bersembunyi dibalik badan mama, “ ayo tangkap dulu aku..” ucapnya bangga!!
Rio yang baru muncul terdiam karena lelah telah berlarian, “ itu mam Cindy bawa surat katanya buat aku tapi dia gak mau ngasih...”.
“ Surat dari mana Cin? “ kata mama sambil berjalan menuju sofa ukir milik kami satu – satunya peninggalan nenek.
“ ini mah tadi waktu Cindy pulang dari sekolah ada pak pos yang sedang berhenti depan rumah kita dia bilang ada surat buat Rio Prayoga, ya Cindy ambil aja mam tapi belum tahu dari siapa “ jawabnya panjang lebar.
“ Ya udah kasih abang mu sana, kasihan mungkin itu surat penting “ mama memeluk Cindy yang sejak tadi masih nguntit dibelakang mama, sambil mengelus – ngelus pudaknya.
Diserahkannya surat itu, dan Rio pun akhirnya berlalu menuju taman belakang rumah.
#########
“ Aku gak akan mau makan, kalo abang tetep mau pergi ke Paris!! Mendingan abang pergi aja sana gak usah balik – balik lagi. ” teriakan Cindy dari balik kamarnya. Sudah dua hari Cindy tak keluar dari kamarnya, dia marah karena Rio memutuskan untuk mengambil tawaran beasiswa pertukaran mahasiswa dari kampus tempat ia kuliah, rupanya surat tempo hari itu adalah surat keputusan tentang kelulusan testing beasiswa luar negri.
Ini kesempatan yang bagus dan jarang terjadi, itu yang diucapkan bang Rio saat tahu kalau Cindy marah padanya, “ kamu nanti akan mengerti dan pasti akan mengambil keputusan yang sama “ sebenarnya banyak alasan yang belum bisa diterima oleh akal Cindy.
“ Ayolah gadis cantik abang punya coklat banyak buat kamu! kamu keluar ya manis...ayo kita makan bareng, masalah beasiswa nanti kita omongin lagi “ rayunya dengan manis.
Sebenernya keteguhan Cindy sudah mulai tergoda, colat sering dijadikan jurus jitu kalau Cindy sedang merengek. Ukhhhh...gak boleh tergoda pasti bang Rio Cuma mau ngerayu aja.
Dibalik pintu sana Rio hanya termenung dia sudah pasrah, kali ini sepertinya adiknya itu benar – benar marah.
Krekkkkk.....bunyi pinti kamar yang terbuka, disana Cindy berdiri dengan muka yang ditutup bantal matanya sembab seharian dia menangis. “ mana coklatnya bang?? “ tanyanya sambil tersipu malu.
“ Sini sayang...abang punya banyak coklat buat kamu! “ Rio mengajak adiknya untuk duduk dikursi, “ kita makan dulu yach...abang udah siapin semuanya, banyak cerita yang mau abang bagi udah lama kita enggak cerita bareng lagi “ dengan sedikit ragu Cindy mengikuti langkah kaki abangnya.
“ kamu ngerti kan adik abang yang manis..? “ rayunya.
Semalaman kami menghabiskan waktu berdua mengingat kebersamaan dan cerita – cerita lucu sewaktu kami kecil, ia menjelaskan kalau pergi ke Paris adalah cita – citanya sejak kecil itu juga untuk masa depan bang Rio dan juga keluarga kita, kita harus bangkit lagi sudah lama waktu kita terbuang dengan kesedihan yang kita rasain atas kepergian papa. Kamu tahu de? Dulu papa dah siapin uang buat kuliah abang ke Paris, papa sudah mengatur semuanya buat keluarga dan masa depan anak – anaknya sampai Seto sahabat karib papa mengambil semuanya, dia menusuk dari belakang dan papa belum bisa menerima itu semua sampai akhirnya dia kena serangan jantung. Cindy tahu sebelum papa pergi dia berpesan supaya abang bisa wujudin cita – cita kita sekolah di Paris, papa juga berpesan supaya abang bahagiain kamu dan juga mama. Jadi kalau kepergian abang saat ini bikin kamu sedih abang gak akan pernah tinggalin kalian, kebahagiaan Cindy dan mama nomor satu dan terpenting buat abang.
Cindy tertegun dan hanya diam, air mata masih terus mengalir ia sangat menyesal kalau cita – cita abangnya itu gak tercapai. “ Cindy mau bang Rio pergi ke Paris “ ucapnya pelan namun pasti sambil berlalu dan berlari meninggalkan Rio yang termangu.
######
Rumah sudah ramai oleh riuh suara teman – teman bang Rio dan para tamu undangan, sore itu kami mengadakan acara syukuran atas kelulusan bang Rio ditambah dengan acara do’a bersama untuk kepergian Rio sekolah ke Paris.
Ruang keluarga yang ukurannya lebih luas sudah disediakan untuk menyambut para tamu undangan yang kebanyakan justru tamu – tamu mama, nyaris seperti reuni jadinya. Namun saat acara do’a sedang dimulai semua tertunduk sambil berdo’a dengan penuh khidmat.
Acara syukuran itupun berakhir sekitar pukul 09.00 malam, dengan diakhiri oleh acara makan bersama yang sebelumnya diawali dengan ritual potong tumpeng.
Ukhhhh...lelah yang sangat kami rasakan, besok siang bang Rio berangkat ke Paris dengan penerbangan kedua, dan malam ini malam terakhir kita bersama ucap Rio pada adenya itu. “ Kenapa ngomong gitu bang? Bukannya abang janji akan pulang setahun sekali? ” gerutu Cindy pada abangnya, “ iYa...ade manis abang mu ini cuma bercanda, sekarang jadi sensitif nich...” tukasnya sambil mencubit pipi Cindy yang tembem.
“ Oya bang kita ke bukit rahasia yuk! Cindy pengen kita kesana malam ini, besok kan bang Rio berangkat...” ajaknya dengan sedikit memaksa.
“ Tapi besok pagi kan bisa sayang...abang mu ini capek pengen istirahat dulu “ karena Cindy terus merajuk akhirnya mereka pergi setelah meminta izin sama mama.
Bukit rahasia berada tak jauh dari tempat tinggal kami, cukup waktu sepuluh menit untuk mencapainya, disana kita akan seperti berada di bawah kolong langit, dibukit dengan hamparan rumput hijau yang luas apalagi malam seperti ini kita bisa melihat ribuan bahkan jutaan bintang dengan jelas.
“ Bang...kita bikin permohonan yach...” udah lama kita gak ngelakuin ini, sebelum abang pergi abang tulis semua harapan dan cita – cita abang, nanti seperti biasa kita simpan dibawah batu ini, kalau nanti abang pulang kita bisa buka sama – sama.
Cindy menyodorkan kertas dengan pensil yang rupanya sejak dari rumah ia udah merencanakan ini. Rio menurut dia menulis cukup banyak hampir seluruh bagian kertas terisi.
“ Sudah malam de...ayo kita pulang! Pakai jaketmu, udara disini semakin dingin.” Rio menyerahkan jaket itu ketangan adiknya sambil berlalu dan menyalkan sepeda motor yang akan kami naiki.
Rupanya bang Rio benar malam sudah semakin larut, udara dingin yang menusuk hingga menembus jaket yang Cindy kenakan, sepanjang perjalanan hamparan kebun teh yang basah oleh embun samar – samar terlihat terkena pantulan sinar rembulan.
Tiba – tiba seorang pemuda melintas dan hampir saja tertabrak tapi Rio langsung mengerem motornya, utunglah selamat ujarnya. Tapi ternyata itu belum selesai 2 orang pemuda yang datang dari balik semak belukar tiba – tiba menikam dan mengancam, “ ayo serahkan dompetmu!! Atau aku laporkan ke polisi karena sudah menabrak orang!! “ seru pemuda yang berbadan lebih besar.
” Aku tidak takut, karena kau sebenarnya sengaja kan? “ tunjuk bang Rio pada pemuda yang tadi hampir tertabrak.
Tapi rupanya kami tak cukup untuk melawan semakin kami berontak semakin tiga pemuda itu seperti kesetanan, memukul, menendang dan hampir menampar wajah Cindy, tapi bang Rio menghalanginya dan tubuhnya terjerembab karena dorongan kuat dari pemuda itu, rupanya tepat dibelakang Rio ada sebongkah batu yang cukup runcing dan jadi sasaran empuk kepala Rio.
Cindy menjerit dan meminta tolong....
“ Bunuhlah saya sekarang kalian memang terlalu, ayo lakukan itu sekarang kenapa hanya diam?” jerit cindy dengan cucuran air mata sambil mendekap Rio abangnya yang sudah berlumuran darah, entah berapa banyak darah yang telah dikeluarkannya, mukanya memucat pasi menahan sakit yang sedang ia rasakan hampir seluruh bagian mukanya lebam karena pukulan benda tumpul belum lagi kepala bagian belakang yang terbentur batu runcing yang menjulang. Tapi 3 orang pemuda bertopeng itu hanya diam membisu, nyaris tanpa ekspresi yang pasti dan mereka kabur setelah menyadari lelaki didepannya itu terkapar tak berdaya.
Karena tak tega akhirnya Cindy membawa abangnya kerumah sakit dekat tempat kejadian, dan Cindy tak henti – hentinya menangis menyesali andai saja ia tak memaksa mengajak abangnya pergi ke bukit rahasia semua ini pasti tidak akan terjadi.
########
Tangisan Cindy semakin pecah saat dilihatnya mamanya pun menangis dalam do’anya, malam ini merupakan malam perjuangan buat bang Rio, malam ini malam terkhir dan malam penentuan. Maafkan Cindy bang...seharusnya cindy bisa lebih dewasa dan mengerti keadaan abang.
Cindy masih khusyu dengan do’a nya, sampai akhirnya ia tertidur....dan ia tiba – tiba terbangun saat lamat – lamat terdengar suara bang Rio memanggil.
“ Cin...ade...ayo bangun mama nyuruh kamu makan tuch...” tangannya sambil mengelus – elus rambut panjang Cindy.
“ Abang...Cindy sayang abang maafin Cindy yach...”
“ Kamu kenapa? “ tanya Rio keheranan. “ Pasti mimpi buruk...ayo cepet cuci muka, pantas saja dari tadi mama panggil – panggil kamu gak nyaut.kita tunggu di meja makan! Teriaknya sambil berlalu “
Akh...untung hanya mimpi, kalau saja abang tahu mimpi buruk apa yang baru saja aku alami tukasnya dalam hati sambil berjalan menuju kamar mandi.
Akhirnya kita makan siang dengan lahapnya, bahkan hampir tiga kali Cindy menambah nasi dengan pepes ikan kesukaannya. Tapi karena malu ia tahan – tahan aja rasa penasarannya dengan pepes ikan yang terakhir.
Tingg...tonggg....bel pintu depan berbunyi, biar aku yang buka mam kata Cindy, dengan lincah ia meninggalkan meja makan dan menuju ruang tamu. Saat dibuka tampak pak pos dengan seragamnya yang rapi, “ ada surat mbak “ serunya sambil menyerahkan sepucuk surat yang beramplop coklat, disana terlihat tulisan yang PENGUMUMAN KELULUSAN BEASISWA PARIS.
Ini gak mungkin terjadi, matanya kabur, badannya tiba – tiba lemas, wajah pak pos semakin meredup dan akhirnya hilang, akhirnya Cindy pun terkulai lemah dia pingsan.

MAAF YACH...CERPENNYA MASIH AMATIRAN....

Komentar

Postingan Populer